Kamis, 27 Mei 2010

Dibalik Ketenangan Dan Kejernihan Air

Seperti kita ketahui, air memegang peranan yang cukup besar dalam menunjang kehidupan di alam semesta ini. Tubuh manusia saja, komposisi air terdapat 60-70 %. Dan dengan komposisi sebesar itu, air menjadi hal yang vital bagi kehidupan manusia.

Secara ilmiah, air dilambangkan dengan simbol H2O. Dua atom hidrogen berasimilasi dengan satu atom oksigen, maka jadilah unsur air. Kurang salah satu atom, tidak akan pernah ada unsur yang namanya air (Begitu kata para ahli kimia :D).

Perlu diketahui, sebagian besar sejarah peradaban manusia, bersumber dari wilayah yang mengandung sumber air berlimpah. Salah satu contohnya, peradaban disepanjang sungai Eufrat dan Tigris, yang dikenal dengan Mesopotamia.

Namun, air selain amat penting dalam kehidupan, juga bisa mendatangkan malapetaka, menyakitkan, dari kawan menjadi lawan. Coba tanyakan korban tsunami di Aceh, coba tanyakan korban banjir di Jakarta yang langganan banjir, coba tanyakan korban tembakan water canon aparat ketika berdemo, coba tanyakan para penderita paru-paru basah. Dengan beberapa kondisi tertentu, bisa mengerikan, bukan lagi penunjang kehidupan. Tapi bisa disebut pemusnah kehidupan (manusia).

Tolong jangan salah sangka, saya bukan ingin mengajak membicarakan keburukan air. Tidak ada penghakiman disini. Tidak tepat juga kalau dibilang ingin membahas secara hitam-putih, baik-buruk, benar-salah. Lebih tepat rasanya kalau mencari tahu apa yang menyebabkan terjadi demikian, bukan sekedar berargumen tanpa arah. Yang ada malah bisa-bisa terperosok ke dalam lembah perdebatan yang tiada akhir.

Yang lebih penting, ada nilai-nilai yang mungkin bisa diambil hikmahnya. Kalau mau diteliti, bukan masalah airnya. Air tetaplah air. Sesuai wataknya, air mengikuti wadah yang menampung. Dengan analogi yang sama, air menjadi menyakitkan bila ada "sesuatu" yang menyebabkan. Mungkin "sesuatu" ini bisa berupa energi, kehendak, kekeliruan, dan lainnya.

Segelas air yang jernih mungkin terasa menyenangkan bila sedang haus. Namun segelas air yang sama bisa terasa menyakitkan untuk seseorang yang sedang di interogasi menggunakan teknik waterboard. Bisa dipastikan, bukan maksud ingin mengatakan dualisme. Bukan maksud ingin berdiri diatas dua perahu.

Tolong jangan salah sangka lagi, juga tiada maksud ingin mengobarkan semangat pragmatis, apalagi oportunis. Mungkin terasa lebih enak, bila sebut aja, art of living. Daripada mengatakan hitam-putih, baik-buruk, benar-salah, mengapa tidak fokus pada apa yang disebut sebagai "sesuatu" ???

Art of living mungkin terasa membingungkan, tiada pedoman, seakan mengambang. Sebetulnya tidak juga, cuma butuh sedikit pergeseran point of view. Namun semua tiada paksaan, silakan pilih yang terbaik menurut selera masing-masing, terserah... Karena ini adalah art of living.


Semoga semua makhluk berbahagia dan selalu terhubung dengan sebab-sebah kebahagiaan...


TH 230510

Tidak ada komentar:

Posting Komentar