Senin, 31 Mei 2010

Dibalik Tirai Isu Global

Perjalanan sejarah peradaban dunia dimulai jauh berabad-abad yang lampau. Dibangun dengan bermacam pemikiran, filosofis, atau ideologi. Terkadang pada praktik pengenalan, dalam perjalanan peradaban, dilalui dengan tetesan darah dan rangkaian tulang belulang. Tak terkecuali dalam era modern ini, yang disebut-sebut telah menjunjung tinggi akal budi dan rasa kemanusiaan.

Abad 21 umat manusia telah mengenal segala macam ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemanfaatannya. Salah satunya yaitu teknologi nuklir. Bagai pisau bermata dua, disatu sisi menakutkan, disatu sisi menggembirakan. Tergantung tujuan dan motif dibalik pemanfaatan teknologi tersebut.

Namun bagi para penguasa dunia, teknologi tersebut tidak boleh dimanfaatkan tanpa seizin dan dibawah pengawasan mereka. Dengan alasan yang terkesan dibuat-buat, para penguasa dunia, yang notabene negara-negara barat, menuding sejumlah negara terlibat pengembangan teknologi nuklir secara diam-diam, yang bertujuan untuk membuat senjata.

Dengan alasan keamanan global, negara-negara barat membatasi pengembangan teknologi nuklir. Takut jikalau digunakan sebagai alat perang dan mengganggu stabilitas dunia. Yang dianggap membangkang, akan dikucilkan beramai-ramai, kalau perlu digulingkan, meski dengan kekuatan senjata dan melanggar rasa kemanusiaan. Salah satu contohnya Irak.

Beberapa tahun usai sudah perang Irak melawan negara-negara barat, namun sampai hari ini tidak ada bukti resmi mengenai kepemilikan senjata pemusnah massal, seperti yang digembar-gemborkan. Ribuan nyawa terlanjur melayang, seluruh penjuru negeri porak-poranda.

Tak puas sampai disana, kini para penguasa dunia, mengarahkan moncong artilerinya kepada negara lain. Kali ini yang menjadi target bidikan adalah Iran dan Korea Utara, dua negara yang masih tersisa dalam konteks poros kejahatan (axis of evil). Dengan lobi internasional, menekan kedua negara tersebut agar tunduk terhadap keinginan para penguasa dunia.

Sekarang mari kita lihat, apakah alasan ketakutan para penguasa dunia tersebut, masuk akal atau tidak. Cukup gunakan logika sederhana, sedikit analisis, tak perlu rumit-rumit. Sejarah mencatat, sekali lagi, mencatat... Penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan perang dan sebagai senjata, pertama kali di dunia, dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutu. Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dihantam kebuasan teknologi nuklir.

Tak ada alasan yang bisa ditolerir. Kekalahan strategi dan taktik pasukan, dalam posisi tersudut, tak bisa dijadikan alasan untuk mencederai rasa kemanusiaan. Bukan isu politisasi yang hendak dibahas, namun rasa keadilan. Tak adil rasanya, jika segelintir pihak dituding akan menjadi raksasa buas bila menguasai teknologi nuklir.

Namun disatu pihak, yang telah menunjukkan kebuasannya malah tenang-tenang dan aman-aman saja memilikinya sampai saat ini. Kalau mau membangun tatanan dunia yang lebih bersahabat, tentu harus menjadi teladan dan contoh bagi yang lain. Apabila tak diperbolehkan, semua juga tak diperbolehkan. Jangan tebang pilih.

Patut diduga, bukan alasan keamanan global yang menjadi motif sesungguhnya. Bisa jadi telah terjadi inisiasi ideologi. Senjata nuklir digunakan sebagai alat penekan. Yang tak sepaham ideologi atau menolak mentah-mentah, dicarikan alasan agar sebisa mungkin mengikuti haluan ideologi yang sama. Misalnya, insiden tenggelamnya kapal fregat Cheonan, menurut sejumlah analis ada berbau konspirasi.

Entah sampai kapan, dunia ini jauh dari intrik, permusuhan, segala bangsa hidup dalam perdamaian. Saling menghormati hak masing-masing, tak memaksakan kehendak.

Semoga semua makhluk berbahagia dan selalu terhubung dengan sebab-sebab kebahagiaan.


TH 310510

Kamis, 27 Mei 2010

Kegundahan Hati

Guruku, Engkau adalah penunjuk jalan,
Guruku, Engkau adalah cahaya penuntun,
Guruku, Engkau adalah pedoman sempurna,
Guruku, Engkau adalah pembimbing tiada tara,

Demi nama dan tahta, banyak yang menjual ajaranMu,
Demi harta dan wanita, banyak yang menyelewengkan ajaranMu,
Demi keamanan dan kenyamanan, banyak yang memutarbalikkan ajaranMu,
Demi kesurgawian dan keduniawian, banyak yang merendahkan ajaranMu,

Sesama siswa saling klaim,
Sesama siswa saling telikung,
Sesama siswa saling mengolok,
Sesama siswa saling melecehkan,

Namun biarlah...

Nurani ini yakin,
Masih ada permata berkilauan di alam semesta ini,
Masih ada keagungan yang tersisa di alam semesta ini,
Masih ada cahaya kebenaran sejati di alam semesta ini,
Masih ada penerus diriMu yang akan melanjutkan ajaran mulia.

Dibalik Ketenangan Dan Kejernihan Air

Seperti kita ketahui, air memegang peranan yang cukup besar dalam menunjang kehidupan di alam semesta ini. Tubuh manusia saja, komposisi air terdapat 60-70 %. Dan dengan komposisi sebesar itu, air menjadi hal yang vital bagi kehidupan manusia.

Secara ilmiah, air dilambangkan dengan simbol H2O. Dua atom hidrogen berasimilasi dengan satu atom oksigen, maka jadilah unsur air. Kurang salah satu atom, tidak akan pernah ada unsur yang namanya air (Begitu kata para ahli kimia :D).

Perlu diketahui, sebagian besar sejarah peradaban manusia, bersumber dari wilayah yang mengandung sumber air berlimpah. Salah satu contohnya, peradaban disepanjang sungai Eufrat dan Tigris, yang dikenal dengan Mesopotamia.

Namun, air selain amat penting dalam kehidupan, juga bisa mendatangkan malapetaka, menyakitkan, dari kawan menjadi lawan. Coba tanyakan korban tsunami di Aceh, coba tanyakan korban banjir di Jakarta yang langganan banjir, coba tanyakan korban tembakan water canon aparat ketika berdemo, coba tanyakan para penderita paru-paru basah. Dengan beberapa kondisi tertentu, bisa mengerikan, bukan lagi penunjang kehidupan. Tapi bisa disebut pemusnah kehidupan (manusia).

Tolong jangan salah sangka, saya bukan ingin mengajak membicarakan keburukan air. Tidak ada penghakiman disini. Tidak tepat juga kalau dibilang ingin membahas secara hitam-putih, baik-buruk, benar-salah. Lebih tepat rasanya kalau mencari tahu apa yang menyebabkan terjadi demikian, bukan sekedar berargumen tanpa arah. Yang ada malah bisa-bisa terperosok ke dalam lembah perdebatan yang tiada akhir.

Yang lebih penting, ada nilai-nilai yang mungkin bisa diambil hikmahnya. Kalau mau diteliti, bukan masalah airnya. Air tetaplah air. Sesuai wataknya, air mengikuti wadah yang menampung. Dengan analogi yang sama, air menjadi menyakitkan bila ada "sesuatu" yang menyebabkan. Mungkin "sesuatu" ini bisa berupa energi, kehendak, kekeliruan, dan lainnya.

Segelas air yang jernih mungkin terasa menyenangkan bila sedang haus. Namun segelas air yang sama bisa terasa menyakitkan untuk seseorang yang sedang di interogasi menggunakan teknik waterboard. Bisa dipastikan, bukan maksud ingin mengatakan dualisme. Bukan maksud ingin berdiri diatas dua perahu.

Tolong jangan salah sangka lagi, juga tiada maksud ingin mengobarkan semangat pragmatis, apalagi oportunis. Mungkin terasa lebih enak, bila sebut aja, art of living. Daripada mengatakan hitam-putih, baik-buruk, benar-salah, mengapa tidak fokus pada apa yang disebut sebagai "sesuatu" ???

Art of living mungkin terasa membingungkan, tiada pedoman, seakan mengambang. Sebetulnya tidak juga, cuma butuh sedikit pergeseran point of view. Namun semua tiada paksaan, silakan pilih yang terbaik menurut selera masing-masing, terserah... Karena ini adalah art of living.


Semoga semua makhluk berbahagia dan selalu terhubung dengan sebab-sebah kebahagiaan...


TH 230510

Rabu, 05 Mei 2010

Nilai Sebuah Titik

"Sebuah garis terdiri dari kumpulan titik" (Albert Einstein)

Seorang jenius fisika dan matematika, Albert Einstein, pernah menyatakan pendapat diatas. Sekilas pintas tidak ada yang istimewa dari pernyataan tersebut. Garis hanyalah garis, titik hanyalah titik. Jelas-jelas dua hal yang berbeda. Namun selain sebagai seorang scientist, Albert Einstein ternyata menyimpan bakat filosofis yang tinggi. Bukan hanya berkutat pada rumus-rumus dan simbol-simbol matematis.

Titik mungkin terlihat remeh temeh. Terlihat ringkih, tak berdaya. Mungkin hanya berfungsi sebagai penanda akhir kalimat atau angka nominal. Namun, tidak bagi Albert Einstein. Menurutnya titik tidak hanya jadi pelengkap, lebih dari itu. Tanpa sebuah titik tidak akan menjadi sebuah garis. Cobalah letakkan dibawah mikroskop, dalam skala mikro (atau nano).

Dengan sebuah garis, bisa terbentuk bermacam-macam pola design bagi seorang perancang. Dengan sebuah goresan garis seni, bisa menjadi sebuah mahakarya lukisan bagi seorang maestro. Dengan sebuah tarikan garis, bisa menjadi blue print struktur bangunan megah nan artistik bagi seorang arsitek.

Semuanya berawal dari sesuatu yang sepele, nyaris terabaikan. Dari sesuatu yang terlihat kecil, nyaris tak dilirik. Dengan cara pandang yang sama, ternyata begitu pula yang terjadi pada kehidupan. Ada sesuatu yang berharga, tapi tidak dihargai. Ada sesuatu yang potensial, tapi tidak perlakukan dengan penuh potensi.

Nilai filosofis yang dapat kita petik yaitu, ternyata sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil. Sebuah masterpiece yang sangat bernilai, ternyata berasal dari sebuah hal yang sepele. Jangan mengira sesuatu yang besar, hebat, indah, muncul secara tiba-tiba. Tanpa pembentuk atau pendukung, yang besar, hebat, dan indah, tidak pernah ada.

Peran yang kecil tidak dapat dipandang sebelah mata. Semuanya saling terkait membentuk sistem atau hasil yang lebih baik. Mengabaikan yang kecil, sama saja mengakui diri sendiri tapi tidak mengakui orang tua sendiri. Mengingkari hakekatnya, durhaka.

Mohon maaf bila ada kesalahan, mohon koreksi bila ada kekeliruan.


TH 020510