Sabtu, 12 Desember 2009

Kepuasan Diri

"Merasa puas dan selalu berterima kasih,
Itulah berkah utama"

(Mangala Sutta)


Sudah lebih dari dua dekade berlalu, tepatnya 21 tahun. Penyakit lumpuh tak diketahui sebabnya menemaniku. Hidup yang perlu disokong oleh orang lain, meski untuk hal yang bersifat pribadi. Sungguh berat dan agak menyiksa bila dipikirkan.

Namun aku masih cukup beruntung, kalau boleh dibilang. Dari beberapa cerita, sewaktu aku masih kuliah, dikisahkan kehidupan seorang cacat lumpuh yang masih tetangga sekampung dengan temanku, dikatakan kehidupannya sangat menyedihkan. Disaat aku masih dapat menikmati bangku pendidikan tinggi, dia hanya terkurung dikamar. Aku masih dapat membersihkan badan tiap hari (meski dibantu), dan memakai pakaian yang layak. Dia jarang bisa membersihkan badan tiap hari, dan memiliki pakaian yang layak.

Kalau dipikir dengan seksama, aku termasuk masih beruntung. Yah, boleh dibilang nasibku nggak jelek-jelek amat. Apalagi saat ini aku terlahir sebagai manusia. Menurut ajaran Buddha yang aku anut, "Sungguh sulit terlahir sebagai manusia". Dengan terlahir sebagai manusia, tentu aku memiliki kesempatan untuk mengenal dan membedakan yang baik dengan yang tidak baik. Ditambah memiliki enam indera yang komplit, dalam kondisi yang cukup baik.

Yang paling membahagiakan lagi, pada kehidupan saat ini, aku terlahir sebagai manusia yang berjodoh untuk mengenal dan mempelajari dhamma. Karena Buddha juga berkata, "Sungguh sulit untuk mengenal dan mempelajari dhamma". Berkat jodoh aku bertemu dengan dhamma, maka memiliki kesempatan untuk memperbaiki sisa-sisa kamma lampau yang tidak baik. Dan yang paling penting, timbulnya pemahaman atas fenomena yang aku alami.

Meskipun diriku hanya awam, bukan ahli dhamma. Tapi secercah pemahaman bisa mengurangi kegelisahan, kegundahan, atau kekhawatiran (syukur-syukur bisa lenyap). Lalu batin menjadi tenang, dan pada akhirnya timbul rasa puas diri. Karena apa yang sesungguhnya menjadi sumber ketidakpuasan, yaitu tidak sesuainya apa yang ada didalam angan-angan, harapan, dan keinginan, dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dengan kata lain, kenyataan tidak sesuai dengan angan-angan, harapan, dan keinginan.

Satu lagi keuntungan aku sebagai manusia yang berkesempatan mengenal dhamma, yaitu mengetahui sebab-sebab fenomena yang terjadi pada hidup ini. Termasuk bahagia dan derita hidupku. Dalam salah satu sutta, Buddha menyebutkan,

"Semua makhluk,
memiliki karmanya sendiri,
mewarisi karmanya sendiri,
terlahir dari karmanya sendiri,
berhubungan dengan karmanya sendiri,
terlindung oleh karmanya sendiri,
apa pun yang diperbuat,
baik atau buruk,
itulah yang akan diwarisinya"


Oleh karena itu, apa pun sistem kepercayaan teman-teman, apa pun status sosial teman-teman, apa pun warna kulit, jenis kelamin, ras, dan lainnya. Itu semua hanya atribut yang melekat, esensi yang paling penting adalah keberadaan kita sebagai manusia. Makhluk yang berakal budi, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Manusia memiliki keunggulan satu poin, dibanding makhluk lain.


Semoga semua makhluk berbahagia,
Bebas dari penderitaan,
Bebas dari kebenciaan,
Bebas dari kesakitan,
Bebas dari kesukaran,
Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaannya


TH 121209