Dalam keseharian selama hidup kita, tentu telah terbiasa menghadapi renteten fenomena batin dan jasmani yang baik dan yang tidak baik, menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dari fenomena yang muncul tersebut, disadari atau tidak disadari, dalam pikiran kita telah terbentuk suatu "kebiasaan" atau perilaku yang beraneka ragam. Akumulasi yang demikian lama dan terus menerus telah membentuk semacam mindsets dalam pikiran kita.
Dalam terminologi Buddhis, "kebiasaan" atau pengulangan yang berulang-ulang fenomena batin dan jasmani, bisa disebut dengan kemelekatan (upadana). Bagi manusia awam seperti saya dan kita kebanyakan, amat sangat sulit menyadari kemelekatan yang mencengkeram. Meskipun telah banyak mendengar, menulis, membaca, tentang bahaya dari kemelekatan. Diperingatkan sekalipun masih suka lalai, tidak waspada, terjebak dalam cengkeraman. Pada umumnya kita melekat karena kita suka atau menyenangi objek yang dilekati. Kita melekat pada uang, kita melekat istri yang cantik, kita melekat pada suami yang tampan, kita melekat pada kesehatan yang prima, kita melekat pada kenikmatan sensual dan menggiurkan.
Lantas adakah cara untuk melatih terbebas dari kemelekatan? Menurut ajaran Buddha terdapat sepuluh kesempurnaan untuk melatih diri, yang dikenal dengan Dasa Paramita. Pada langkah pertama yang paling awal, disebutkan yaitu Dana. Secara umum diartikan sebagai kemurahan hati. Berdana adalah langkah awal dalam melatih pelepasan. Berdana adalah belajar melepaskan "hak milik" yang notabene berada dalam cakupan ego. Harta ini milikku, uang ini milikku, rumah ini milikku. Namun berdana tidak hanya melepas materi belaka. Berdana bisa dalam bentuk apapun, tenaga, pikiran, bahkan tubuh jasmani sekalipun. Sehingga mengurangi ego, tubuh ini milikku, pikiran ini milikku, perasaan ini milikku.
Dalam kisah jataka, Siddhatta Gotama, Boddhisatta, sebelum menjadi Samma-Sambuddha, beliau dalam kehidupan sebagai brahmana Sumedha pernah melakukan mahadana, dengan membagikan seluruh harta kekayaannya kepada siapapun yang mau mengambilnya, lalu pergi bertapa meninggalkan keduniawian. Bahkan banyak kisah-kisah jataka yang menceritakan, Boddhisatta men-dana-kan tubuh, istri, dan anaknya. Jadi berdana tidak hanya menyangkut materi belaka, esensi yang terkandung didalam makna berdana sangat dalam, yaitu melepas ego. Segala sesuatu bukan milikku (anatta).
Namun kita harus berhati-hati dengan perangkap baru dari berdana. Jangan sampai dengan berdana kita ingin melatih melepas ego, malah justru menambah ego baru dalam batin kita. Jangan sampai motif kita berdana disusupi oleh kesombongan ingin dihargai, ingin dihormati. Ada juga yang setelah berdana, minta doanya yang macam-macam. Ada yang ingin kaya raya, ingin hidup di alam surga setelah mati, dan lain-lain. Jika sudah demikian, kita malah justru mengganti kemelekatan yang satu dengan kemelekatan yang lain. Bukannya mengurangi kemelekatan akan uang, malah menambahnya. Contohnya : Dengan berdana Rp 100 ribu, berharap ketiban rejeki Rp 100 juta. Lha, ini sudah keliru, malah tambah serakah ini.
Tetapi sebagai manusia awam, sah-sah saja kita memiliki pengharapan demikian. Hitung-hitung sebagai penambah semangat dalam kebajikan. Meskipun kadarnya harus senantiasa kita sadari dan waspadai. Setelah kita mampu perlahan-lahan mengurangi ego terhadap materi, niscaya kita mampu mengurangi ego terhadap non-materi. Justru melepas ego yang non-materi ini yang paling sulit. Harus menyelam ke dalam lebatnya belantara batin. Nah, jika tidak melatih yang awal, bagaimana menembus yang akhir. Tidak perlu melatih yang hebat-hebat, yang mewah-mewah, mulailah dari hal yang sederhana dan praktis.
Demikian sedikit sharing dari saya, bila ada kekeliruan dan kesalahan, saya mohon maaf dan mohon koreksinya. Terima kasih.
MAY ALL BEING PEACE AND HAPPY!
By : Tedy Ho
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar